Memahami Miskinnya Konsep Kemiskinan

Karya : Prof. Dr. Susetiawan

 

Banyak perspektif yang dapat kita gunakan dalam mengkaji persoalan mengenai kemiskinan, sesuai dengan perkembangan indikator dari kemiskinan itu sendiri yang tidak berhenti hanya pada aspek ekonomi melainkan juga aspek sosial, budaya, hukum, bahkan politik.

 

 Makalah “Memahami Miskinnya Konsep Kemiskinan” karya Prof. Dr Susetiawan ini mencoba memberikan beberapa ulasan mengenai perkembangan konsep kemiskinan dari segi sosial politik, perkembangan ideologi kapitalisme yang kemudian dilihat sebagai salah satu bentuk pemutusan kemiskinan,dan beberapa bentuk pembangunan dan pengimplementasian pengentasan kemiskinan di Indonesia, serta mencoba untuk memberikan alternatif konsep kemiskinan baru yang kemudian dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengimplemetasikan konsep untuk penanggulangan kemiskinan.

 

Berdasar konsep yang dibangun oleh Karl Polanyi (1944:68-77), konsep kemiskinan awalnya merupakan tanggung jawab sosial dalam masyarakat, yakni ketika sistem perekonomian masyarakat masih feodal dengan sistem produksi subsistensi tidak memperhitungkan untung rugi dalam proses pengumpulan dan pendistribusian kebutuhan hidup. Dalam masa ini kemiskinan bisa dikatakan hampir tidak ada atau tidak menjadi sorotan dalam masyarakat karena kepemilikan materi diatur berdasar sistem sosial dan digarap secara komunal. 

 

Bentuk sistem sosial ekonomi ini kemudian berangsur angsur digantikan oleh sistem ekonomi yang berorientasi pada uang. Sistem ini menempatkan kepemilikan materi sebagai simbol kesejahteraan. Hal tersebut berimplikasi pada semakin banyaknya persaingan dalam mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya yang kemudian membuat sistem ekonomi terlepas dari sistem sosial, dan menciptakan stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan modal.

 

 Paham yang kemudian kita sebut sebagai kapitalisme ini kemudian oleh beberapa pihak dikonstruksikan sebagai usaha pencarian uang sebanyak banyaknya untuk kepentingan penyelamatan manusia yang lebih besar (Weber : 1958 : 1140). Hal tersebutlah, yang dapat kita sebut sebagai pembenaran, yang kemudian menyebabkan kapitalisme berkembang dengan pesat dan bahkan mulai dikonstruksikan ke dalam negara – negara koloni pada masa penjajahan, yang dampaknya adalah perkembangan selanjutnya dari negara – negara berkembang tersebut, secara sadar atau tidak, mengacu pada pembangunan berbasis kapital. 

 

Indonesia juga mengalami proses perubahan sistem sosial dan ekonomi tersebut. Sistem ekonomi kapital mulai berkembang di Indonesia pada masa pemerintahan orde baru, dimana pemerintah gencar gencarnya melaksanakan pembangunan berdasar konsep modernitas dan kesejahteraan mulai diukur berdasarkan pendapatan per kapita. Artinya, masyarakat yang semula memiliki kultur ekonomi komunal dipaksa untuk meninggalkan ke-guyub-annya untuk mengejar target pembangunan yang menganggap peningkatan pendapatan perkapita akan mempermudah dan mempercepat tercapainya kondisi sejahtera.

 

 Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa hal tersebut justru merusak tatanan sosial ekonomi yang ada dan meperbesar jurang antara si kaya dan miskin. Masalah kemiskinan ini yang kemudian berusaha untuk diminimalisir oleh negara dengan berbagai program pengentasan kemiskinannya, yaitu berupa pemberian dana santunan dan modal usaha. Usaha pengentasan kemiskinan yang berfokus pada “uang” inilah yang kemudian justru membentuk budaya baru dalam masyarakat untuk mengejar “kedermawanan negara”, baik oleh orang –orang miskin maupun tidak, yang secara tidak sadar justru malah mereproduksi kemiskinan baru.

 

Di sini dapat kita lihat bahwa negara mengkonstruksikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan warganya untuk memenuhi kebutuhan, seperti yang dikonstruksikan sistem ekonomi kapital, dan tidak berusaha untuk menciptakan konsep kemiskinan sendiri yang didasarkan pada model kultur masyarakat yang ada. Hal ini lah yang dimaksud dengan miskinnya konsep kemiskinan. Dengan konsep tentang kemiskinan yang minin, yang hanya mengacu pada konsep yang diciptakan negara maju misalnya, maka bentuk usaha pengentasan kemiskinan yang dapat kita rumuskan juga akan sangat terbatas. 

 

Di luar hal itu, penulis mencoba menawarkan beberapa konsep kemiskinan baru, salah satunya seperti yang dirumuskan oleh Levine dan Abu Turab Rizvi (2005 : vii), dimana keduanya melihat kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk hidup kreatif. Seseorang dikatakan miskin bukan dilihat dari ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan melainkan ketidakmauan atau ketidakmampuannya bekerja, dan tidak adanya ide-ide untuk mengembangkan kegiatan ekonominya.

 

 Dengan menggunakan konsep kemiskinan ini maka dapat dimodifikasikan bentuk pengentasan kemiskinan baru berupa meningkatkan kemampuan untuk hidup kreatif - yang bukan hanya dapat dilakukan secara individual namun juga secara kolektif untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih besar. Sehingga fokusnya adalah membantu meningkatkan kapasitas diri, dan tidak lagi hanya terbatas pada pemberian santunan maupun modal berupa “uang”. Suatu hal baru yang harus digaris bawahi dan harus mulai dijadikan fokus baru oleh pembangunan Indonesia.